AHMAD BIN MISKIN dan NAFSU TERSEMBUNYI

AHMAD BIN MISKIN dan NAFSU TERSEMBUNYI

AHMAD BIN MISKIN dan NAFSU TERSEMBUNYI

Ahmad bin Miskin, seorang ulama abad ke-3 Hijriah dari kota Basrah, Irak pernah bercerita:

Aku pernah diuji dengan kemiskinan pada tahun 219 Hijriyah.
Saat itu, aku sama sekali tidak memiliki apapun,
sementara aku harus menafkahi seorang istri dan seorang anak.
Lilitan hebat rasa lapar terbiasa mengiringi hari-hari kami.

Maka aku bertekad untuk menjual rumah dan pindah ke tempat lain.
Akupun berjalan mencari orang yang bersedia membeli rumahku.

Bertemulah aku dengan sahabatku Abu Nashr dan kuceritakan kondisiku.
Lantas, dia malah memberiku 2 lembar roti isi manisan dan berkata:
“Berikan makanan ini kepada keluargamu.”

Di tengah perjalanan pulang, aku berpapasan dengan seorang wanita fakir bersama anaknya. Tatapannya jatuh di kedua lembar rotiku. Dengan memelas dia memohon:

“Tuanku, anak yatim ini belum makan, tak kuasa terlalu lama menahan rasa lapar yang melilit.
Tolong beri dia sesuatu yang bisa dia makan. Semoga Allah merahmati Tuan.”

Sementara itu, si anak menatapku polos dengan tatapan yang takkan kulupakan sepanjang hayat. Tatapan matanya menghanyutkan fikiranku dalam khayalan ukhrowi, seolah-olah surga turun ke bumi, menawarkan dirinya kepada siapapun yang ingin meminangnya,
dengan mahar mengenyangkan anak yatim miskin dan ibunya ini.

Tanpa ragu sedetikpun, kuserahkan semua yang ada ditanganku.
“Ambillah, beri dia makan”, kataku pada si ibu.

Demi Allah, padahal waktu itu tak sepeserpun dinar atau dirham kumiliki.
Sementara di rumah, keluargaku sangat membutuhkan makanan itu.

Spontan, si ibu tak kuasa membendung air mata dan si kecilpun tersenyum indah bak purnama.

Kutinggalkan mereka berdua dan kulanjutkan langkah gontaiku,
sementara beban hidup terus bergelayutan dipikiranku.

Sejenak, kusandarkan tubuh ini di sebuah dinding, sambil terus memikirkan rencanaku menjual rumah. Dalam posisi seperti itu, tiba-tiba Abu Nashr dengan kegirangan mendatangiku.

“Hei, Abu Muhammad...!
Kenapa kau duduk duduk di sini sementara limpahan harta sedang memenuhi rumahmu?”, tanyanya.

“Subhanallah....!”, jawabku kaget. “Dari mana datangnya?”

“Tadi ada pria datang dari Khurasan.
Dia bertanya-tanya tentang ayahmu atau siapapun yang punya hubungan kerabat dengannya.
Dia membawa berduyun-duyun angkutan barang penuh berisi harta,” ujarnya.

"Terus?”, tanyaku keheranan.

Dia itu dahulu saudagar kaya di Bashroh ini. Kawan ayahmu.
Dulu ayahmu pernah menitipkan kepadanya harta yang telah ia kumpulkan selama 30 tahun.
Lantas dia rugi besar dan bangkrut. Semua hartanya musnah, termasuk harta ayahmu.

Lalu dia lari meninggalkan kota ini menuju Khurasan.
Di sana, kondisi ekonominya berangsur-angsur membaik. Bisnisnya melejit sukses.
Kesulitan hidupnya perlahan lahan pergi, berganti dengan limpahan kekayaan.
Lantas dia kembali ke kota ini, ingin meminta maaf dan memohon keikhlasan ayahmu
atau keluarganya atas kesalahannya yang lalu.

Maka sekarang, dia datang membawa seluruh harta hasil keuntungan niaganya yang telah dia kumpulkan selama 30 tahun berbisnis.
Dia ingin berikan semuanya kepadamu, berharap ayahmu dan keluarganya berkenan memaafkannya.”

Dengan perubahan drastis nasib hidupnya ini, Ahmad bin Miskin melanjutkan ceritanya:

Kalimat puji dan syukur kepada Allah berdesakan meluncur dari lisanku.
Sebagai bentuk syukur. Segera kucari wanita faqir dan anaknya tadi.
Aku menyantuni dan menanggung biaya hidup mereka seumur hidup.

Aku pun terjun di dunia bisnis seraya menyibukkan diri dengan kegiatan sosial, sedekah,
santunan dan berbagai bentuk amal shalih.
Adapun hartaku, terus bertambah melimpah ruah tanpa berkurang.

Tanpa sadar, aku merasa takjub dengan amal shalihku.
Aku merasa, telah mengukir lembaran catatan malaikat dengan hiasan amal kebaikan.
Ada semacam harapan pasti dalam diri,
bahwa namaku mungkin telah tertulis di sisi Allah dalam daftar orang orang shalih.

Suatu malam, aku tidur dan bermimpi.
Aku lihat, diriku tengah berhadapan dengan hari kiamat.
Aku juga lihat, manusia bagaikan ombak, bertumpuk dan berbenturan satu sama lain.

Aku juga lihat, badan mereka membesar.
Dosa-dosa pada hari itu berwujud dan berupa,
dan setiap orang memanggul dosa-dosa itu masing-masing di punggungnya.

Bahkan aku melihat, ada seorang pendosa yang memanggul di punggungnya beban besar
seukuran kota Basrah, isinya hanyalah dosa-dosa dan hal-hal yang menghinakan.

Kemudian, timbangan amal pun ditegakkan, dan tiba giliranku untuk perhitungan amal.

Seluruh amal burukku ditaruh di salah satu sisi timbangan,
sedangkan amal baikku di sisi timbangan yang lain.
Ternyata, amal burukku jauh lebih berat daripada amal baikku..!

Tapi ternyata, perhitungan belum selesai.
Mereka mulai menaruh satu persatu berbagai jenis amal baik yang pernah kulakukan.

Namun alangkah ruginya aku.
Ternyata dibalik semua amal itu terdapat NAFSU TERSEMBUNYI.
Nafsu tersembunyi itu adalah riya, ingin dipuji, merasa bangga dengan amal shalih.
Semua itu membuat amalku tak berharga.
Lebih buruk lagi, ternyata tidak ada satupun amalku yang lepas dari nafsu-nafsu itu.

Aku putus asa.
Aku yakin aku akan binasa.
Aku tidak punya alasan lagi untuk selamat dari siksa neraka.

Tiba-tiba, aku mendengar suara, “Masihkah orang ini punya amal baik?”

“Masih...”, jawab suara lain. “Masih tersisa ini.”

Aku pun penasaran, amal baik apa gerangan yang masih tersisa? Aku berusaha melihatnya.

Ternyata, itu HANYALAH dua lembar roti isi manisan yang pernah ku sedekahkan
kepada wanita fakir dan anaknya.

Habis sudah harapanku...
Sekarang aku benar benar yakin akan binasa sejadi-jadinya.

Bagaimana mungkin dua lembar roti ini menyelamatkanku,sedangkan dulu aku pernah bersedekah 100 dinar sekali sedekah (100 dinar = +/- 425 gram emas = Rp 250 juta), dan itu tidak berguna sedikit pun.
Aku merasa benar-benar tertipu habis-habisan.

Segera 2 lembar roti itu ditaruh di timbanganku.
Tak kusangka, ternyata timbangan kebaikanku bergerak turun sedikit demi sedikit, dan terus bergerak turun sampai-sampai lebih berat sedikit dibandingkan timbangan kejelekanku.

Tak sampai disitu, ternyata masih ada lagi amal baikku.
Yaitu berupa air mata wanita faqir itu yang mengalir saat aku berikan sedekah.
Air mata tak terbendung yang mengalir kala terenyuh akan kebaikanku.
Aku, yang kala itu lebih mementingkan dia dan anaknya dibanding keluargaku.

Sungguh tak terbayang, saat air mata itu ditaruh, ternyata timbangan baikku semakin turun dan terus memberat.
Hingga akhirnya aku mendengar suatu suara berkata, “Orang ini selamat dari siksa neraka..!”

==============
Masih adakah terselip dalam hati kita nafsu ingin dilihat hebat
oleh orang lain pada ibadah dan amal-amal kita..?

🌷Jangan pernah bersandar pada amal yg tlh kau lakukan....
Sebab dari *ketertipuan* ini adalah sikap bersandar kpd amal secara berlebih. Ini akan melahirkan kepuasan, kebanggaan, riya dan akhlak buruk kepada Allah Ta'ala

Orang yang melakukan *amal ibadah* tidak akan pernah tahu apakah amalnya *diterima atau tidak*....🍀

Mereka tidak tahu betapa besar dosa dan maksiatnya, juga mereka tidak tahu apakah amalnya *bernilai keikhlasan* atau tidak.....

Sesungguhnya Allah tidak membutuhkan amal ibadah hamba2Nya. Dia Maha Kaya, tidak butuh kepada makhluk-Nya.
Wallahu Ta'ala A'lam....

Teruslah mengerjakan Amal shole sebanyak-banyaknya tapi jangan merasa diri paling sholeh,sebab amal belum cukup mengantarkan kita kesurga tanpa Rahmat & Kasih sayang dari Allah S.W.T

*Barakallah fiikum.*

Astaghfirullahal azhiim..... *Ampunilah kami ya ALLAH jika di hati kami masih ada rasa bangga diri trhdp amal2 kami...

Aamiin Ya Rabbal Alamiin

[ Ar-Rafi’i dalam Wahyul Qalam, 2/153-160 ]

Wallahu a'lam
Nasihat dari Sebuah Sumur

Nasihat dari Sebuah Sumur

 السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

*SUMUR*

Sebuah sumur bila di timba airnya setiap hari tidak akan pernah kering, ada terus air di dalamnya.

Anehnya kalau dalam satu hari saja airnya tidak di timba ketinggian air yang ada di dalam sumur itu tidak meningkat. Tetap saja seperti semula.

Inilah hukum alam.
Di mana di dalam alam terdapat misteri yang bertujuan untuk selalu memberi dan keseimbangan.

Sesungguhnyaa kehidupan kita juga sama dan serupa dengan sumur ini.

Pada umumnya orang berpikir bahwa jika kita memberi apa yang kita miliki pasti akan berkurang dari apa yang di miliki semula.

Tapi kalau kita mau belajar dari sumur ini, semakin banyak memberi akan semakin banyak air yang mengalir kepadanya

Dalam hal memberi tidak harus dalam bentuk uang atau materi.
Kita bisa memberi dalam bentuk apa saja yang kita miliki.

Saat kita mengajarkan dan memberi ilmu, maka dengan sendirinya kemampuan kita akan semakin meningkat.

Yang perlu diperhatikan adalah jangan memberi karena terpaksa, jangan memberi karena ingin dipuji, jangan memberi untuk menunjukkan bahwa kita kaya dan jangan memberi karena kebiasaan.

Sebaiknya kita memberi karena Allah menggapai Ridho Allah dan menginginkan orang lain bisa bahagia, bisa hidup lebih baik & layak

Dengan mengembangkan sikap mental memberi yang murni, kita yakin setiap orang bisa melakukannya

Pilihan terserah pada diri  kita.
Sedangkan manfaat langsung yang bisa kita rasakan saat memberi adalah perasaan kepuasan batin
Dan inilah sebenarnya kebahagiaan sejati.

Semoga kita senantiasa bersyukur, lebih bermanfaat dan lebih baik lagi.

Transaksi Jual Beli Yang Aneh

Transaksi Jual Beli Yang Aneh

 السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Imam Abu Hanifah suatu hari kedatangan seorang perempuan yang membawa pakaian sutra di tangannya.

Perempuan ini berniat menjual kain mewah tersebut kepadanya.

"Berapa harganya?," tanya Imam Abu Hanifah.

"Seratus dirham."

"Tidak. Nilai barang ini lebih dari seratus dirham."

Keruan saja si perempuan heran. Lazimnya pembeli selalu menawar barang dagangan dengan harga lebih murah. Tapi yang dilakukan ulama besar itu aneh.

Perempuan itu pun melipatgandaan harganya menjadi empat ratus dirham.

"Bagaimana bila barang itu lebih mahal lagi?" tanya Abu Hanifah.

"Anda bercanda?" perempuan tersebut tercengang.

"Datangkanlah seseorang untuk menaksir harganya!" Kata Abu Hanifah.

Perempuan itu akhirnya menghadirkan seorang laki-laki yang biasa menjual kain. Kata si laki-laki,
"Pakaian sutra ini seharga lima ratus dirham."

Maka Imam Abu Hanifah membayarnya kontan dengan harga lima ratus dirham.

Beliau paham, perempuan tersebut menjual sutranya karena sedang sangat membutuhkan uang.

Apa yang dilakukan Imam Abu Hanifah adalah di luar logika umum tentang untung-rugi dalam sudut pandang materi.

Sang imam sebenarnya punya kesempatan untuk memanfaatkan keluguan perempuan tersebut, lalu meraup keuntungan yang melimpah.

Namun, budi pekertinya yang luhur membuatnya bersih dari nalar eksploitatif semacam itu.

Beliau memberi contoh bahwa membeli sesuatu tak harus selalu berpikir bahwa kita mesti mendapat barang sebagus-bagusnya dengan harga semurah-murahnya.

Apalagi bila si pembeli tahu,  penjual barang adalah orang yang membutuhkan pertolongan. Artinya, membeli juga bisa berarti membantu.

Teladan ini barangkali relevan dengan keadaan kita sekarang, di tengah gemarnya orang berbelanja di minimarket milik segelintir pemodal besar, ketimbang warung tetangga yang menjadi sumber nafkah keluarga dan pendidikan anak-anaknya.

Atau bersikerasnya orang menawar harga sayuran di pedagang kecil yang bernilai ribuan namun di kesempatan lain menghabiskan puluhan ribu hingga ratusan ribu di restoran tanpa tawar-menawar atau merasa dirugikan bahkan terkandang tdk mengambil uang kembaliannya.

Semoga kita bisa terus istiqomah beribadah dg penuh kesungguhan dan hanya berharap ridho Allah.

Semoga kita menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat.

Membaca Al Qur'an Membuat Waktu Jadi Berkah

Membaca Al Qur'an Membuat Waktu Jadi Berkah


السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Seorang guru yang berpesan kepada anak muridnya

*"Jangan engkau tinggalkan membaca Al-Quran, semakin banyak engkau membacanya, engkau akan mendapati urusanmu akan bertambah mudah"*.

🌹Lalu anak murid itu mengikut apa yang dinasihatkan oleh gurunya, pada permulaannya dia mampu membaca 3 juz Al-Quran sehari,

🌹Lalu dari hari kehari, jumlah helaian yang mampu dibacanya bertambah, dan dia mendapati urusannya semakin dipermudahkan oleh Allah,

🌹Kemudian dia bertanya kepada gurunya "wahai guruku, aku mendapati jumlah helaian Al-Quran yang mampu aku baca semakin meningkat, sedangkan aku seorang yang sibuk dengan kerjaku"

🌹Maka gurunya berkata "waktu seharianmu menjadi berkah, kerana banyaknya engkau membaca Al-Quran, engkau terasa seakan-akan mampu melakukan banyak urusanmu walaupun hanya waktu yang singkat.."

🌹Subahanallah
Melalui kisah tadi sudah membuktikan bahawa, apabila kita membaca Al-Quran waktu kita menjadi lebih berkah.

🌹Secara logiknya, bila kita membaca banyak helaian al-Quran, ia akan mengambil masa yang lama bukan??

🌹Mesti hanya sedikit waktu yang berbaki, sehingga kita hanya mampu melakukan hanya sedikit urusan lain, tetapi

🌹Semakin banyak al-Quran kita baca, kita akan mendapati semakin banyak pula urusan yang mampu kita lakukan.

Bukan karena waktu 24 jam itu bertambah, tetapi kerana *BERKAHnya waktu, dan karena urusan kita DIPERMUDAHkan oleh Allah Sang Penjaga masa kita*.

Rasulullah Sallallahu alai'hi wassalam bersabda;

*"Barangsiapa yang bangun di pagi hari, dan hanya dunia yang difikirkan olehnya, sehingga seolah-olah ia tidak melihat hak Allah keatas dirinya* maka Allah akan menanamkan 4 *penyakit* padanya:

🍄- Kebingungan yang tiada putusnya.
🍄- Kesibukan yang tidak ada hujungnya.
🍄- Keperluan yang tidak pernah merasa cukup. dan
🍄- Angan-angan yang tiada penghujungnya.

(HR. IMAM THABRANI)

Semoga kita bisa terus istiqomah beribadah dg penuh keikhlasan berharap ridho Allah.

Semoga kita menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat.

Dunia Tempatnya Bukan di Hati

Dunia Tempatnya Bukan di Hati

 

Di ceritakan suatu ketika di kota Tarim, Hadhramaut ada seorang sholeh yang bernama sayyid Alwi Al Masyhur. Seorang yang sangat mengagungkan sunnah Nabi Muhammad saw. Suatu saat beliau kehilangan sebuah peti berisi harta yang merupakan modal dari seluruh perdagangannya, sehingga anggota keluarga dan para kerabat pun sibuk mencarinya.

Setelah dicari-cari, akhirnya anak beliau menemuakan harta sang ayah yang hilang tersebut. Ketika itu si anak mendapati sang ayah berada di musholla sedang membaca al qur'an dan wirid-wirid yang memang dibacanya secara istiqomah antara maghrib dan isya'. Lalu datanglah sang anak dengan tergopoh-gopoh untuk memberitahukan ayahnya tentang kabar gembira tersebut.
Apa kiranya yang ia dapatkan??
Akankah si anak dipuji oleh sang ayah karena membawa kabar gembira tersebut ???
Bukan pujian yang didapat, malah kemarahan  sang ayah yang diperolehnya.
Perhatikan...... !
Apakah yang dikatakan sayyid Alwi kepada anaknya tersebut.
"Wahai anakku, engaku telah mengganggu istiqomahku. Kau telah memutuskan wirid2 yang biasa aku baca, hanya untuk menyampaikan berita seperti ini...  ?!! Kau telah memutuskannya di waktu yang mulia ini ?!! Di waktu mulia seperti ini kau malah sibuk hanya untuk urusan dunia ?!!. Mulai hari ini keluarlah engkau dari kota ini selama setahun....! Perbaikilah adab dan akhlaq mu, setelah itu barulah engkau aku izinkan kembali lagi kesini.

Begitulah para salafunassholih berpegang teguh terhadap sunnah Nabi Muhammad saw. Mereka tidak bangga jika anak mereka berhasil dalam urusan dunia. Namun mereka justru bangga dan senang ketika melihat anak cucu mereka berakhlaq dan meneladani sunnah Nabi Muhammad saw.  Bukan berarti kita tidak boleh mengejar dan mencari harta dunia. Carilah dunia sebanyak mungkin, namun janganlah duniamu mengalahkan akhkiratmu. Contohlah mereka salafunassholihin. Harta yang melimpah tidak menjauhkan kedekatan mereka dari Allah. Uang yang banyak tidak mengurangi kesibukan mereka dalam meneladani sunnah Nabi Muhammad saw. Dunia hanya ada ditangan mereka, dan di hati mereka hanya  ada Allah dan  Nabi mulia Muhammad saw.

Semoga Allah memberi kita taufiq untuk bisa mengidolakan dan meneladani kehidupan salafunassholihin. Amin...


Sumber : dikutip dari ceramah habib Umar bin Hafidz

Masa Kanak - Kanak Imam Al Husain

Masa Kanak - Kanak Imam Al Husain

Pada Masa kanak-kanaknya Imam Al-Husain Seringkali ke Masjid dan duduk di bawah mimbar Rosulullah serta menghafalkan segala yang Nabi Muhammad khutbahkan, kemudian Al-Husain kecil pulang dan menceritakan kepada Ibundanya Sayyidah Fathimah Az-Zahra.

Suatu kali Ibundanya menyiapkan satu kursi dan mendudukkan Al-Husain di kursi itu seraya berkata:
"Baiklah anakku sayang berceramahlah seperti kakekmu"

Al-Husain kecil pun menjelaskan apa yang dikatakan kakeknya Nabi Muhammad ﷺ di Masjid dengan gaya bahasa yang sama. Sayyidah Fathimah Az-Zahra pun bersyair tentangnya:
"Engkau serupa dengan ayahku engkau tak mirip dengan Ali"

Imam Ali yang mendengar syair Istri tercintanya pun tersenyum.
Suatu ketika Sayyidah Fathimah Az-Zahra bercerita kepada Ayahandanya perihal keindahan tutur kata Al-Husain hingga Nabi Muhammad pun ingin menyaksikan dan mendengar langsung ceramah cucunya tersebut namun Beliau berkata kepada putrinya:
"Barangkali dia akan malu jika melihatku"
Karenanya Nabi berencana bersembunyi di balik tirai untuk menyaksikan dan mendengarkan ceramah cucunya.
Nabi SAW pun bersembunyi di balik tirai dan Sayyidah Fathimah mempersiapkan Al-Husain untuk berceramah.
Namun sungguh tak seperti biasanya hingga Sayyidah Fathimah Az-Zahra pun heran ketika menyaksikan putra kecilnya Al-Husain hanya berdiam diri tanpa sepatah kata yang keluar dari lisan mungilnya.
Lidah Al-Husain seolah kaku dan tak mampu berucap apapun hingga As-Sayyidah Fathimah Az-Zahra sangat Heran dan menanyakan keadaan putranya tersebut:
"Apa yang terjadi wahai anakku sayang?"

Al-Husain menjawab keheranan ibunya:
"Janganlah heran wahai ibuku, lidahku tak mampu bergerak karena ada pribadi agung yang berada dibalik tirai. Jika seluruh ahli dan pembicara di seluruh dunia berkumpul pun niscaya mulut-mulut mereka akan terkunci dihadapan Beliau."
Mendengar ini Rosulullah yang berada di balik tirai keluar dan memeluk cucunya Al-Husain.

habib ahmad bin hasan alattos

*اهل الوداد*

SEMUANYA BAIK UNTUK KITA

SEMUANYA BAIK UNTUK KITA

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

*SEMUANYA BAIK UNTUK KITA*

Ada org yg diuji dg _*pasangannya*_
Ada org yg diuji dg _*jodohnya*_
Ada org yg diuji dg _*kesehatannya*_
Ada org yg diuji dg _*keturunannya*_
Ada org yg diuji dg _*karirnya*_
Ada org yg diuji dg _*kecantikannya*_
Ada org yg diuji dg _*kesulitannya*_
Ada org yg diuji dg _*rejekinya*_
Ada org yg diuji dg _*kemudahannya*_
Ada juga org yg diuji dg  _*kenikmatannya*_

*Sebenarnya adanya Kenikmatan dan Kesulitan adalah Ujian-Nya*

*JANGAN PIKIR HANYA KITA SEORANG YANG DIUJI OLEH-NYA*
*JANGAN TANYA KEPADA ALLAH*

Ya Allah, mengapa harus aku ???
Mengapa semua terjadi padaku ???
Ketika Allah Subhanahu wata'ala memberi beban di pundak, jangan bertanya mengapa kita diberi yang berat
*Tapi mintalah agar pundak kita mampu untuk memikulnya*.

Yakinlah akan ada *KEMUDAHAN* setelah *KESULITAN*

Allah memberi kita ujian ini karena Allah mengetahui bahwa kita mampu.

Tetaplah Istiqomah meski Iman kita kadang melemah.

*1. Jangan pernah menghindar,*

*2. Jangan pernah lari,*

*3. Hadapi semua ini dengan Ikhlas Sabar, Usaha, Doa dan Tawakkal.*

*4. Nikmati semua ini dengan Istighfar,*

*5. Pastikan ini kasih sayang Allah dalam bentuk Nikmat yang lain,* *Insyaa Allah ...*

Semangat menyongsong Ridho Nya...

*JANGANLAH PERNAH MEMINTA BEBAN YANG RINGAN, TETAPI MINTALAH BAHU YANG KUAT. INSYAA ALLAH BERSAMA ALLAH BISA PASTI BISA DAN YAKIN BISA*

Semoga kita  digolongkan sebagai hamba yang taqwa.
Semoga kita bisa terus istiqomah beribadah dg penuh keikhlasan berharap Ridho Allah.

Semoga kita menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat.